Remember That I Love You

Setiap hari, ada puluhan lagu yang gue dengarkan. Bagi yang mengenal gue dengan baik, tentu tahu kebiasaan gue mendengarkan lagu yang sudah cukup pada level adiktif: tak bisa ditinggalkan di kehidupan keseharian alias daily basis.

Dalam hidup gue, entah sudah berapa ratusan atau bahkan ribuan lagu yang mampir ke telinga gue. Beberapa bersemayam dalam hati, membentuk stupa, sisanya menguap bersama udara yang gue hela.

Untuk kali ini, ada satu lagu yang sedang gue cintai. Rasa-rasanya sayang jika gue biarkan fase ini berlalu begitu saja. Harus gue abadikan dalam bentuk tulisan agar bisa gue baca ulang di ratusan atau ribuan hari mendatang.

“From the moment that I first held you
I knew some day I’d have to let you go”

Untuk kemudian mengingatkan bahwa gue pernah menyayangi lagu ini dengan sepenuh hati. Bahwa gue pernah membiarkan ruang dengar gue diisi lagu ini sampai memuncak.

“I woulda stayed there forever
But there’s some things a heart just knows”

Entah apa yang membuat lagu ini terasa lekat, ya?

“I’ve been begging the seconds, the minutes
Always asking them to take their time”

Apa karena ini representasi perasaan yang tidak dapat diekspresikan?

Jika benar begitu, harusnya ada banyak lagu yang mewakili isi hati. Tapi tak sampai menggerakkan gue untuk membiarkan jari menari di atas keyboard laptop, mengetik tulisan di WordPress.

“Wanna make some memories before you leave
While you’re still mine”

Entahlah. Tapi mendengarkan lagu ini membuat gue menyadari bahwa semua hal dalam hidup kita ada masanya. Tidak berlangsung selamanya. Apapun yang sedang lo genggam saat ini, jalani, nikmati, resapi, khidmati. Karena beneran deh, ada masanya semua itu berakhir.

“Whatever you do remember that I love you
I love you”

Dan dont get me wrong, ketika gue bilang akan ada masanya semua fase itu berakhir, tak melulu harus bersedih. Bisa juga berakhir dengan bahagia karena lo tahu lo menyambut hal yang nggak kalah menyenangkan di depannya.

“I’ll always be here for you
I love you”

Dan seperti lirik lagu ini, melodinya menyenangkan. Meski liriknya ternyata kalau gue maknai baik-baik, menyiratkan perpisahan. Tapi dibungkus dengan atmosfir yang tidak sendu.

Ternyata lagu ini membuat gue menjadi diri gue sendiri.

Ladies and gentleman, i present “Remember That I Love You” from Dave Barnes, to you.


Seminggu Terakhir

Seminggu terakhir ini menyenangkan. Ada berbagai perasaan dan emosi positif yang gue rangkum. Haru, bahagia, rindu, perasaan diterima, afeksi dua arah, humor, gelak tawa, cinta, empati, simpati. Semua memuncaki hati.

Semua ini: familiar gue dapatkan beberapa tahun lalu, asing gue rasakan beberapa tahun terakhir.

Menyenangkan betapa kekuatan dan ikatan emosional dapat mengubah cara kita menjalani hari. Memang itu saja tidak cukup sih, tetapi setidaknya, itu modal yang cukup kuat. Setidaknya begitu yang ada di kepala gue.

Menyenangkan memiliki support system yang kita sayang dan menyayangi kita kembali, di keseharian kita. Secara nyata. Sesuatu yang mungkin agak sulit gue dapatkan karena semuanya harus dalam bentuk hubungan jarak jauh. Apapun relasinya, siapapun manusianya.

Just Like Another Time

Lalu akhirnya, pada tulisan-tulisan ini saja semua tabung gundah bermuara. Lalu, akhirnya, dalam ruang dengar yang diisi lagu-lagu saja semua kekhawatiran tersampaikan.

Kadang hal menjadi rumit karena feelings get involved. Padahal sebenarnya, ini tidak perlu rumit jika tidak ada perasaan tercampur di dalamnya. Ini sungguh hal biasa. Sungguh hal biasa. Yang harusnya tak perlu gue risaukan begitu dalam.

Lalu, akhirnya, gue menyadari ini cuma sekedar fase yang pasti akan gue lewati. Just like another phase. Just like another time.

Ternyata

Jumat, 17 Februari 2023

Duh, gue merasa warna gue semakin redup. Gue merasa semakin banyak ketakutan dan pikiran buruk yang menguasai gue. Ini tentu bukan hal baik. Wkwkwk ternyata kesenduan ini kentara. Ternyata, gue merasakan juga hal yang dirasakan temen gue, Tina, yang dibaginya beberapa waktu lalu ke gue. Terlalu banyak kata-kata ingin keluar tapi tak bisa. Terlalu banyak pikiran-pikiran ingin mencelat, tapi tertahan. Terlalu banyak unrequited desires yang ingin menjelma menjadi sebuah tindakan, tetapi tak termungkinkan.

Dan terakhir, ternyata quarter life crisis itu nyata keberadaannya.

Ternyata ini benar adanya.

Your Most Vibrant Side

Udah lama nggak nulis. Lama nggak menuangkan percakapan dan pertanyaan yang saling berebutan atensi minta diperhatikan di dalam kepala.

Malam ini gue mau nulis tentang sebuah fenomena. Bukan fenomena, ya. Wkwkwk. Terlalu ‘heavy‘ untuk dikategorikan sebagai fenomena. Ini mungkin hanya sekelibat kebiasaan yang diwujudkan dalam bentuk meme. My boyfriend sent me a picture yang isinya tu kurang lebih bahwa orang introvert sering dilabeli dengan “tiap habis berinteraksi, baterai sosialnya habis, butuh recharge energi seharian di kamar”.

Gue setuju engga setuju sih dengan line yang diangkat foto ini.

Kenapa gue bilang setuju ngga setuju? Karena menurut pandangan gue, jika lo habis bertemu atau berkumpul dengan orang yang tepat, harusnya lo merasa energized. Harusnya justru lo merasa tercerahkan. Ga peduli apapun jenis personality lo, menurut gue menghabiskan waktu atau berkumpul bersama orang yang tepat harusnya malah membuat spektrum warna lo semakin cerah.

Ini juga menjadi salah satu indikator yang gue pakai sebagai penilaian. Bahwa jika seseorang adalah subjek yang tepat, menghabiskan waktu dengannya/dengan mereka tidak membuat gue lelah. Justru membuat atmosfir diri gue semakin berpendar. It releases my most vibrant side. Bersemangat. Menyenangkan. Bukan malah meredupkan.

Gue percaya tiap-tiap kita punya spektrum warna masing-masing. Dengan palet warna yang berbeda. Berada bersama subjek yang tepat, justru akan membuat warna -warna tersebut semakin nyata. Kalau kita merasa lelah, berarti spektrum warna itu malah pudar. That’s not a thing supposed to happen when you’re surrounded by right subject.

Jadi gimana, lo sudah bersama subjek yang tepat kah?

Mari Menghitung

Berapa kali dalam hidup kita merasa bahwa kita butuh untuk memenuhi daftar keinginan kita? Sekali, dua kali, tiga kali?

Berkali-kali?

Berapa kali dalam hidup kita merasa bahwa kita butuh divalidasi atas apa yang kita rasakan?

Berapa kali dalam hidup kita gamang tentang apa yang kita tuju?

Berapa kali dalam hidup kita merasakan jatuh cinta yang indah?

Berapa kali dalam hidup kita mengagumi hal-hal atau subjek yang ada di sekitar kita?

Berapa kali dalam hidup kita kehilangan momentum untuk bangkit?

Berapa kali dalam hidup kita menengok ke belakang?

Berapa kali?

Lantas terhadap hal-hal tersebut, apa yang sudah kita perbuat?

Terhadap daftar keinginan, perlukah menyusun ulang mimpi dan cita-cita? Hei, keinginan adalah bentuk paling nyata dari kekayaan yang bisa tiap orang miliki. Keinginan adalah barang bebas.

Terhadap validasi perasaan, perlukah kita mencari orang yang mendukung resonansi yang kita gaungkan?

Terhadap kegamangan tujuan, perlukah kita meraba titik tujuan yang terasa buram?

Terhadap jatuh cinta yang indah, apa lantas kita perjuangkan? Tiap jatuh cinta itu indah, ia tidak salah. Ia hanya perlu diperlakukan antara dua: dilanjutkan atau dibumihanguskan.

Terhadap mengagumi, ia juga tak salah. Bentuk paling tulus dari semua perasaan menyenangkan adalah kekaguman, sebelum ia tumbuh berlanjut menjadi bentuk-bentuk lain.

Terhadap kehilangan momentum untuk bangkit, ini tentu tak perlu dirisaukan. Sepanjang hidup, kita harus yakin ini akan datang berkali-kali.

Terhadap hal-hal di belakang, tengoklah secukupnya.

Pada telinga yang mendengarkan Tohpati featuring Sutha – Senandung Rindu.

Kata Benda

-Titik temu (n): adalah sebuah tanda baca di mana kita merasa bahwa pertemuan huruf-huruf terasa tak pernah cukup.


-Waktu jeda (n): adalah sebuah fase di mana kita menyesap udara sebanyak-banyaknya, menyisakan sedikit ruang untuk bersedih, dan menghembuskannya banyak-banyak di ruang hampa.

-Impian (n): adalah sebuah tujuan yang kita letakkan sejengkal di depan dahi, kita biarkan menari-nari bergantungan mengikuti tiap gerakan kita.

-Kasih sayang (n): adalah satu jenis bahasa yang tak butuh penerjemah, semua orang pasti dapat memahaminya, dan merasakannya.

-Pikiran (n): adalah buih-buih kata yang menggelegak penuh di batang otak, penuh sambar menyambar ingin dikeluarkan.

Kita adalah kita, yang tidak pernah berhenti memiliki dan mendambakan semua kata benda di atas.

Pada Sebuah Akhir Pekan

Pada sebuah akhir pekan, kita acapkali mempertanyakan ke mana hal hal indah dalam hidup kita yang kini pergi.

Pada sebuah akhir pekan, kita pernah merenung memikirkan hal-hal yang sedang kita rajut dan akan menjadi seperti apa ia di masa mendatang.

Pada sebuah akhir pekan, kita pernah mengetik draft uraian benang kusut di kepala yang tak pernah tersampaikan.

Pada sebuah akhir pekan, kita pernah hanya duduk menatap kosong pada awan di atas sambil mereka ulang skenario gagal tak terkembang di otak.

Pada sebuah akhir pekan, Edge of Desire milik John Mayer pernah menemani pikiran berdansa dengan khayalan.

Pada sebuah akhir pekan, kekhawatiran akan masa depan tentu pernah meyusup, mengalun indah bagai nada di sela sela batang otak.

Pada sebuah akhir pekan, ketakutan dan ketidakberanian tentu pernah datang menertawai kita.

Pada sebuah akhir pekan, tentu kita pernah menarik nafas dan pelan-pelan menghembuskannya disertai berucap lirih “mari menyusun hidup di Senin”.